Sekarang di rumah sudah ada sutradara cilik. Tahu kan? kalau tugas sutradara di sebuah produksi film, berarti dia harus mengarahkan akting si aktor/aktris, mulai dari gerak-gerik sampai apa yang harus diucapkan. Nah itu juga sekarang yang sedang banyak terjadi dirumah. Dan sutradara cilik itu pastilah anakku.
Si kecil sekarang sudah berumur 4 tahun, dan menurutku untuk balita seumur dia, kosakata yang sering dipakai cukup banyak, mungkin pengaruh dari seringnya membaca buku bersama atau pada waktu menonton film.
Dan tak jarang dia menanyakan arti kata-kata yang dia kurang mengerti maknanya dan aku juga berusaha menjelaskan dengan bahasa anak-anak versinya, meskipun terkadang kata-kata yang ditanyakan agak sulit mencari padanannya dalam bahasa kanak-kanak.
Namun, yang paling membuatku selalu tersenyum adalah hobi-nya menjadi sutradara.
Dalam setiap permainan apapun, si kecil selalu berusaha mengarahkan kami tentang apa yang harus diucapkan dan dengan mimik yang bagaimana.
Suatu ketika dia sedang bermain jual-jualan, kebetulan aku dan si kecil suka sekali dengan bakso kepala sapi. Nah saat itu dia sedang berperan sebagai penjual bakso kepala sapi. Seluruh peralatan makan-ku dia keluarkan dan mulai digelar sesuai dengan imajinasinya.
Mulailah sang sutradara, katanya,"Bu, nanti ibu beli bakso kepala sapi ya, bilang gini pak, beli bakso kepala sapi-nya ya, dimakan disini, baksonya 3 pakai sambel"!
"Oke", kataku.
"Pak, beli baksonya ya? makan sini, baksonya 3 pakai sambel", ulang-ku.
"Iya, tunggu ya", katanya
Segera si kecil sibuk menyiapkan seporsi bakso di mangkok plastikku.
"Ini baksonya, silahkan", katanya.
"Terima kasih", kataku
"Sama-sama",jawabnya.
Setelah pura2 aku makan, aku kembalikan mangkoknya sambil berkata,"ini pak, sudah".
"Lho jangan bilang gitu bu, bilang gini, Wah baksonya enak pak, sedap. Terima kasih banyak", katanya.
"Wah, baksonya enak pak, sedap. Terima kasih banyak", kataku.
"Sama-sama".
Belum selang 1 menit, "lho ibu kok ga kepedesan, bilang gini, wuih baksonya pedhes, pak beli es tehnya ya? gitu lho bu", katanya.
Dan aku ulangi apa yang dia minta.
Si kecil semakin hari semakin banyak kulihat perbedaannya. Semakin mengerti dan semakin mampu memahami apa yang ada disekelilingnya. Dan kuamati, sekecil apapun perubahan pada tingkah laku atau perkataan pada orangtuanya selalu dia bertanya, "Mengapa?"
Selain itu, dia sudah pandai mengungkapkan kebutuhannya, keinginannya, cita-citanya dan apa yang ada dipikirannya. Kami-pun berusaha memberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya, dan semua hal kami coba sampaikan bahwa ada konsekuensi-nya. Apa yang dia lakukan buruk dan merugikan pasti hasil nya juga tak enak, begitu juga sebaliknya. Untuk hal ini aku memakai kebiasaan poin dan reward, prestasi-prestasi kecil dirumah seperti mau membantu bersih-bersih, makan dihabiskan, dll akan kami berikan reward agar si kecil lebih semangat dan percaya diri. Apabila dia melanggar kesepakatan, reward akan diambil, begitu seterusnya.
Selain itu kami terbiasa selalu berkomunikasi tentang apa yang kami rasakan. Dirumah aku berusaha menjadi ibu, kakak dan teman bagi si kecil. Rasa senang, sedih, sakit, kecewa, disakiti, gembira atau apapun itu kami mampu untuk membagi satu sama lain.
Jadi teringat satu puisi yang pernah kubaca.
Your children are not your children
they are the sons and daughters of life's longing for itself
they came through you but not from you
and through they are with you yet, they belong not to you.
You may give them your love, but not your thoughts
for they have their own thoughts.
you may house their bodies but not their souls
for their soul dwell in the house of tomorrow which
you can not visit, not even n your dream
you may strive to be like them, but seek not to make them like you
for life goes not backwards nor tarries with yesterday
you are the bows from which your children as
living arrows are sent forth
("On Children" taken from The Prophet Kahlil Gibran 1923)
Harapan-ku sejak di dalam perut, sampai sekarang tetaplah sama, semoga si kecil- menjadi pribadi yang mengerti. Amieenn... I love u .. always and forever.
Read more...