MUSIM PENGHUJAN
Musim hujan sudahlah tiba. Seperti yang sudah – sudah musim ini begitu ditunggu-tunggu. Musim yang membuat dataran kembali hijau, daun – daun kembali bergerak dan tumbuh, bunga-bunga kembali tersenyum. Sawah-sawah kembali dalam kehidupannya dan seluruh bumi seakan bersorak menyambutnya.
Kodok-kodok di sawah kembali memulai barisan iramanya, bagaikan sudah diatur, setiap saat mereka menunjukkan kebolehannya….. thet thet thet…..bung bung….. seakan ada pesan yang tersampaikan membuat semua ikut bernyanyi.
“thet thet thet…..
Hujan telah tiba
Terompet ku mulai kubuka
Dengar kawan
Suaraku yang paling menawan
Bung bung bung……
Hujan telah datang
Kusambut dengan riang
Inilah waktuku
Bukan untuk terpaku”
Konon, kata orang-orang tua para kodok memang mempunyai barisan paduan suara, dan apabila pada saat bernyanyi, salah seekor kodok ada yang salah mengucapkan nada, dipercaya mereka akan diserang teman-temannya yang lain. (siapa tahu?...?)
Musim penghujan memang selalu ditunggu, seolah datang untuk mengguyur apapun yang kering, menyiram apapun yang gersang. Seperti mulai munculnya penghidupan, penghujan ditunggu untuk menghapus keresahan dan kegelisahan. Kegelisahan para petani yang menunggu sawahnya yang perlu air, kegelisahan orang-orang yang merasakan matahari sudah tidak begitu bersahabat. Juga para penjual payung dan jas hujan….
Ternyata, meskipun hujan begitu ditunggu, tetap saja banyak upaya orang untuk tidak membiarkan dirinya tersentuh air hujan. Jika mengingat itu, ingin rasanya seperti masa kecil dulu, tidak perdulikan hujan mengguyur tubuh, hati rasanya senang. Tidak perduli terkena pilek, yang penting bisa tertawa bebas tanpa merasa ada beban. Dan merasakan air hujan menggelitik kepala, mengalir di kulit dan seakan meresap ke dalam tubuh. Energinya begitu terasa dan rasa bahagia begitu nyata….. Saat seperti itulah kurasa hujan begitu ditunggu.
“tik.. tik..tik..
Tetes hujan kembali menyapa,
Di dalam hati yang lama tak tersiram,
Hujan….. selalu datang,
Tanpa ragu…
Mengguyur kepala dan seisinya.
Hujan…
Aku tahu engkau melewati banyak masa,
Untuk sampai disini,
Tidak tahu harus sedih ataupun marah,
Bagi mereka penemu payung
Dan jas hujan.
Karenanya,…
Tak lagi kurasakan sejuknya tetesmu
Sampai didalam hati.
Hujan…
Datangmu yang begitu kutunggu,
Tanpa maksud untuk menjauh.
Mengingatkanku pada masa kecil,…
Ketika hanya ada tawa..
Ketika engkau datang.”
(untuk hujan yang menyapa kemarau-ku, 271008, 15.00)
0 comments:
Post a Comment