RANAH 3 WARNA

Ada satu lagi buku yang menjadi favoritku, yaitu Ranah 3 Warna karya A Fuadi. Sebetulnya ini adalah buku kedua dari Trilogi Negeri 5 Menara, jadi baik buku pertama maupun buku kedua sudah menjadi favorit.
Kedua buku ini ditulis oleh A.Fuadi, mantan wartawan TEMPO dan VOA, penerima 8 beasiswa luar negeri, penyuka fotografi, dan terakhir menjadi Direktur Komunikasi disebuah NGO konservasi. Alumni pondok modern Gontor, HI Unpad, George Washington University, dan Royal Holloway, University of London.
Buku ini dimulai dari seorang anak yang bernama Alif, yang menuruti nasihat ibunya untuk belajar ilmu agama di pondok, meskipun tidak sesuai dengan kata hatinya yang saat itu ingin masuk di sekolah umum. Dia yang sebelumnya tidak pernah menginjakkan kaki kemanapun selain tanah Minangkau kelahirannya akhirnya memulai petualangan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya bersama kawan-kawan karib se-pondoknya.
Di pondok Madani bersama dengan kawan-kawannya yaitu Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa, mereka belajar mengenai banyak hal. Dibawah bimbingan para ustadnya, Alif belajar tentang “mantera” sakti man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Dan dibawah menara masjid Pondok Madani inilah mereka mulai menggelar mimpi-mimpi mereka sambil menatap awan-awan lembayung yang menjelma menjadi Negara dan benua impian mereka masing-masing.
Di buku kedua, Ranah 3 Warna, Alif akhirnya mampu membuktikan bahwa meskipun tidak dari sekolah umum-pun, dia mampu melanjutkan ke UMPTN dan masuk di salah satu universitas di Bandung, bahkan dengan kerja keras dan kesabarannya dia mampu menginjakkan kaki ke benua Amerika sebagai wakil budaya dari Indonesia.
Banyak hal yang bisa diambil pelajaran dari kisah ini, salah satunya: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun, karena Tuhan sungguh Maha Mendengar. Dan apabila membaca tentang perjuangan Alif yang harus jatuh bangun mulai bekerja dari sales door to door untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari sampai akhirnya menjadi wartawan lepas, selalu berusaha diatas rata-rata orang lain, rasanya begitu berat namun akhirnya hasilnya mampu menebus semuanya. Dan semua itu karena tidak saja menerapkan man jadda wajada tetapi juga man shabara zhafira.
Tidak semua orang memang berani bermimpi, apalagi disaat ini di kondisi yang serba sulit, sehingga memangkas habis percaya diri dan harapan untuk lebih maju. Namun membaca kisah ini mengingatkan saya pada kisah yang hampir serupa seperti Laskar Pelangi. Ya, memang banyak memberikan inspirasi bagi pembaca agar tak gentar untuk selalu berusaha lebih baik, dan membuat saya menjadi lebih berani bermimpi.
Hidup di dunia memang hanya sementara, karena ada kehidupan lain yang lebih nyata, Namun apabila tak mengisinya dengan hal-hal positif dan selalu optimis apa akhirnya yang harus ditulis di buku kehidupan nantinya?
Sukses buat semua….^_^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comments: