ANTARA FAJAR DAN MALAM

Diamlah hatiku, tetaplah diam sampai fajar, karena siapa yang menanti dengan kesabaran, akan menemukan fajar dengan kekuatan. Siapa yang mencintai cahaya, akan dicintai cahaya. Dengarkan hatiku, dengarkan aku bicara. Kemarin pikiranku adalah sebuah kapal yang dilambungkan oleh gelombang lautan dan dikendalikan oleh angin dari pantai ke pantai.Kapal pikiranku tak ada isinya kecuali tujuh cangkir aneka warna, secemerlang warna pelangi. Datang saatnya aku lelah berjalan diatas laut dan berkata,”Aku akan kembali dengan kapal pikiranku yang kosong ini menuju kota tempat kelahiranku”. Aku mulai mencat sisi kapalku dengan warna-warna kuning matahari, hijau musim semi, biru kubah langit dan merah senja kecil. Dilayar dan kemudinya kugambari sosok yang menakjubkan, dengan mata yang mempesona dan pandangan yang menyenagkan. Ketika pekerjaanku hampir selesai, kapal pikiranku menyerupai pandangan seorang nabi, beredar di keluasan laut dan langit. Kumasuki pelabuhan kotaku, dan orang-orang keluar untuk bertemu denganku dengan ucapan terima kasih dan pujian. Mereka mengarakku kedalam kota, menabuh gendering dan meniup terompet. Ini mereka lakukan karena diluar kapalku dihiasi dengan gemerlap, tapi tak seorangpun mau masuk kedalam kapalku. Tak seorangpun bertanya apa yang kubawa dari laut yang jauh. Tak seorang pun tahu mengapa aku kembali ke pelabuhan dengan kapal kosongku. Lalu aku berkata kepada diriku,”Aku telah menyesatkan orang-orang, dan dengan tujuh cangkir warna itu aku telah menipu mata mereka.” Setelah itu aku naik kekapal pikiranku dan menuju laut untuk kedua kalinya. Aku berlayar ke pulau-pulau kecil di Timur dan memenuhi kapalku dengan dupa dan kemenyan, gaharu dan cendana. Aku berlayar ke plau-pulau kecil dibarat dengan membawa pulang emas dan batu delima, juga segala batu-batu mulia. Kuisi kapal pikiranku dengan perbendaharaan dan rasa ingin tahu dari bumi, lalu kembali ke pelabuhan kota dan berpikir,”Orang-orang pasti akan memujiku, itu sudah selayaknya”. Namun ketika aku mencapai pelabuhan, tak seorangpun keluar untuk menemuiku. Ketika aku memasuki jalanan kota tak seorangpun memperdulikanku. Mereka menatapku, mulut mereka penuh cemooh, wajah mereka penuh ejekan lalu merekapun meninggalkanku. Aku kembali ke pelabuhan, kecewa dan bingung. Lebih lama kupandangi kapalku daripada melihat perjuangan dan harapan perjalan yang tersimpan dalam hatiku. Aku menangis,”Gelombang lautan telah membasuh cat dan sisi sisi kapalku, meninggalkan belulang yang sudah memutih dan sia-sia”. Pada saat itu kutinggalkan kapal pikiranku dan pergi kekota kematian. Aku duduk diantara pusara berkapur dan memikirkan semua ini. Diamlah hatiku, sampai fajar. Karena siapa yang berjaga sampai fajar, maka fajar akan merangkulnya penuh kerinduan. (dari karya Kahlil Gibran-Badai Kehidupan)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comments: